Indragiri Hilir – Pemerintah Desa Petalongan, Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir, meluruskan pemberitaan terkait dugaan pungutan liar (pungli) yang ditujukan kepada masyarakat dan aparatur desa. Kepala Desa Petalongan, Ahmad Fauzi, menegaskan bahwa pungutan yang dimaksud sejatinya adalah kontribusi atau retribusi jalan hasil Musyawarah Desa (Musdes) yang sah.
Menurut Fauzi, retribusi sebesar Rp50 ribu per unit kendaraan perusahaan telah disepakati bersama dalam Musdes pada 31 Agustus 2020, yang dihadiri pemerintah desa, BPD, tokoh masyarakat, RT/RW, serta perwakilan perusahaan.
“Sudah hampir empat bulan belakangan ini pihak perusahaan tidak mau membayar retribusi tersebut. Karena itu masyarakat sepakat melarang kendaraan PT Indrawan Perkasa melintas. Jadi tidak benar disebut pungli, karena ini sah hasil musyawarah resmi,” ujarnya, Rabu (24/09/2025).
Menanggapi klaim perusahaan yang menyebut telah menyalurkan CSR (Corporate Social Responsibility), Kades Petalongan menilai hal itu tidak sesuai kenyataan.
“Kalau dilihat dari luasan kebun PT IP, kewajiban CSR itu jauh dari kata sesuai. Yang ada hanya sebatas bantuan sosial (bansos), itupun tidak merata. Jadi jangan klaim sudah maksimal,” tegasnya.
Lebih jauh, Fauzi menekankan bahwa status jalan poros Dusun Suka Tani dan Dusun Air Bening sepanjang kurang lebih 9 kilometer adalah murni hasil swadaya masyarakat yang dibangun sebelum perusahaan itu berdiri.
“Kesimpulan masyarakat jelas, perusahaan hanya numpang lewat di jalan yang dibangun warga. Sampai hari ini izin prinsip PT IP terhadap masyarakat terdampak tentang penggunaan jalan itu belum ada sama sekali, padahal sesuai aturan seharusnya ada persetujuan,” ungkapnya.
Sebagai penutup, Fauzi berharap PT IP menghargai keputusan masyarakat dan melaksanakannya demi terciptanya desa yang aman, tenteram, dan kondusif.
Ia merujuk pada dasar hukum yang memperkuat keputusan tersebut, di antaranya:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Permendagri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Dengan dasar hukum yang jelas, tidak ada alasan menyebut retribusi desa ini sebagai pungli. Justru perusahaanlah yang sampai sekarang tidak memiliki izin prinsip penggunaan jalan desa,” tegas Fauzi.
Sementara itu, Ketua BPD Petalongan, Sarito M., menambahkan bahwa kontribusi tersebut semata-mata untuk pemeliharaan jalan dan kepentingan masyarakat.
“Kalau jalan rusak, yang rugi juga perusahaan. Jadi kami berharap pihak PT menghargai kesepakatan bersama dan tidak memutarbalikkan fakta dengan menuding masyarakat,” pungkasnya.
Dengan demikian, Pemdes Petalongan menegaskan bahwa kontribusi tersebut adalah retribusi sah hasil Musdes, bukan pungutan liar.***